Senin, 05 Desember 2011

STRATIFIKASI DALAM PENDIDIKAN

Bab I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan ini sangatlah penting dan merupakan hak dasar yang harus dapat dinikmati setiap warga Negara, karena pendidikan inilah yang nantinya akan berpengaruh sangat besar terhadap bangsa Indonesia. Pendidikan adalah proses di mana generasi muda dipersiapkan memasuki masa depan (Riant Nugroho, 2008:vii), karena geberasi mudalah yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini dalam melanjutkan kekuasaan negara.
Namun masalah yang ada sekarang ini adalah kita bisa melihat bahwasanya pendidikan sangatlah sulit didapatkan karena beberapa faktor penghambat, diantaranya adalah biaya sekolah yang sangat tinggi. Permasalahan itu muncul dimulai dari disahkannya UU Sisdiknas yang baru (UU Nomor 20 Tahun 2003) Tentang Sistim Pendidikan Nasional yang implementasi undang-undang ini adalah terjadinya perubahan yang berdampak luas terhadap proses penyelenggaran dan pengelolaan pendidikan nasional. Didalam pasal 50 UU No.20 Tahun 2003, yang berbunyi: “Pemerintah dan/pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.” Dengan adanya UU Sisdiknas ini sangatlah berdampak pada pengkotakan-pengkotakan sekolah, sehingga bisa kita lihat sekarang ini bahwa sekolah terbagi dalam sejumlah strata, diantaranya adalah: sekolah bertaraf internasional (SBI), rintisan sekolah bertaraf international (RSBI), sekolah standar nasional (SSN), dan sekolah regular. Bisa dilihat bahwa sekolah dengan standar paling tinggi yaitu sekolah bertaraf internasional (SBI) sangat identik dengan biaya sekolah yang sangat mahal, itu dikarenakan pada sekolah SBI fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh peserta didiknya  sudah sangat lengkap dan sistem pembelajarannya yang bilingual, buku-bukunya pun sudah bilingual, misalnya saja seperti bahasa Indonesia, IPA/Sains, dan Matematika,kelasnyapun ber-AC,menggunakan internet,selain itu juga sudah didukung oleh multimedia learning. Itu berbanding terbalik dengan sekolah leguler yang biaya sekolahnya lebih murah, itu dikarenakan fsilitas dan mekanisme pembelajaran yang berada di bawah SBI.
Dari adanya stratifikasi dalam pendidikan tersebut sebenarnya telah terjadi diskriminasi sosial. mungkin bagi masyarakat kalangan menengah keatas, menyekolahkan anaknya disekolah SBI bukanlah hal yang sulit, karena biaya sekolah yang mahal bukanlah hal yang berarti, karena sesuai dengan keadaan ekonomi yang mencukupi, dan kebanyakan masyarakat menengah keatas akan cenderung memilih menyekolahkan anaknya di SBI karena memang operasional dan sistem pembelajarannya yang maju dan canggih, hal ini didukung pula oleh penyampaian bahasa Inggris di dalam pengajarannya, namun bagi orang kalangan menengah kebawah katakanlah masyarakat miskin atau masyarakat pinggiran kota, biaya sekolah yang sangat mahal tersebut akan terasa sulit sekali karena bisa dilihat dari kondisi keuangan yang selalu tidak mencukupi, bahkan mungkin hal ini bisa menyebabkan orang tua mengurungkan niatnya untuk menyekolahkan anakanya karena biaya yang terasa mencekik didepan mata. Sehingga banyak kasus yang bisa kita lihat anak keluarga miskin yang putus sekolah dikarenakan biaya pendidikan yang terlampau mahal,sehingga mencekik rakyat miskin.
Padahal belum tentu sekolah dengan embel-embel bertaraf internasional itu lebih baik daripada sekolah regular yang biasa saja. sebagai contoh, kenyataannya, dalam system evaluasi mengikuti Cambrigde, negeri maju. Tapi kenyataannya, dalam ujian nasional lalu soal-soal yang diajukan menggunakan bahasa Indonesia, yang seharusnya menggunakan bahasa inggris, hal yang salah namun dilakukan.
Oleh karena itu, penghapusan stratifikasi sekolah ke dalam kotak-kotak (SBI, RSBI, SSN, atau sekolah regular) harus dilakukan. Dengan adanya penyeragaman sekolah, diharapkan biaya pendidikan yang semula sangatlah mahal dan mencekik masyarakat miskin tidak ada lagi, dan diskriminasi yang terjadi selama ini bisa hilang, sehingga masyarakat kalangan menengah keatas dan masyarakat menengah kebawah sama-sama bisa merasakan hasil dari pendidikan itu sendiri dengan setara. Sehingga nantinya dapat melakukan mobilitas sosial secara bersama-sama.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah pendidikan dan stratifikasi sosial pada masyarakat pinggiran kota.
C.    Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui pendidikan dan stratifikasi sosial yang terjadi pada masyarakat pinggiran kota.
D.    Manfaat
Dari penulisan laporan ini diharapkan bisa bermanfaat sebagai informasi bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya


Bab II
PEMBAHASAN

A.    Hasil Observasi
Observasi dilaksanakan pada tanggal 18 November 2011 pukul 10.00 WIB di desa Rejosari RT 07/RW 02. Gang 8, Kecamatan Semarang Timur. Instrumen yang dilancarkan untuk observasi menggunakan instrument wawancara. Narasumber yang diwawancarai adalah salah satu warga di desa Rejosari RT 07/RW 02. Gang 8, Kecamatan Semarang Timur bernama ibu Uniati, umurnya 51 tahun. Mewawancarai dengan tema, pendidikan dan stratifikasi sosial. Berikut hasil wawancara yang diperoleh:
Keluarganya terdiri dari ibu Uniati sendiri dan suaminya dengan 6 orang anak, 2 orang anak peremuan dan 4 orang anak laki-laki. Pekerjaan ibu Uniati sendiri adalah berjualan makanan(nasi+lauk) dan warungnya berada disebelah TK. Kemudian suaminya sendiri bekerja disebuah pabrik timbangan, namun sudah beberapa bulan ini tidak bekerja dikarenakan sakit. Penghasilan dalam keluarga ibu Uniati sendiri adalah Rp. 1000.000,00/bulan. Dengan pekerjaan seperti itu beliau berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai tamat antara SMP dan SMA. Semua anak-anak ibu Uniati yang berjumlah 6 orang itu semuanya pernah bersekolah dan sekarang masih ada seorang anak yang masih sekolah yaitu anak yang terakhir, anak-anak ibu Uniati berpendidikan diantaranya:
1.      Anak pertama, pendidikannya lulus sampai dengan SMEA, lulusan SMEA PELITA NUSANTARA
2.      Anak kedua, pendidikannya sampai SMP, lulusan SMP Dr. TJIPTO, namun karena anak kedua ini malas bersekolah dan dulunya sering bekerja untuk membantu ayahnya bekerja di pabrik timbangan, kemudian sekolahnya berhenti hanya sampai kelas 2 SMP saja sehingga tidak sampai tamat SMP.
3.      Anak ketiga, pendidikannya hanya sampai SD, lulusan SLB SURADAYA, Seteran. Karena anak ketiga ini tidak bisa bicara (tuna wicara).
4.      Anak keempat, pendidikannya sampai STM kelas 2. Bersekolah di STM Dr. TJIPTO. Dengan biaya SPP Rp. 200.000,00/bulan.Tapi hanya sampai kelas dua, putus sekolah karena usaha orang tuanya berjualan makanan dulunya pernah mengalami kebangkrutan sehingga usaha tersebut gulung tikar.  Karena biaya administrasi termasuk  SPP nya yang dirasa sangat mahal bagi ibu Uniati, sehingga beliau tidak melanjutkan pendidikan anknya tersebut.
5.      Anak kelima, pendidikannya hanya sampai lulus SMA. Lulusan SMA swasta yaitu SMA SULTAN AGUNG. Dengan biaya SPP Rp. 200.000,00/bulan. Tidak melanjutkan keperguruan tinggi karena ketiadaan biaya.
6.      Anak keenam, sekarang ini masih duduk dibangku sekolah kelas 2. Ia bersekolah di SMP MAHAT ISLAM yang merupakan sekolah swasta, dengan biaya Rp. 100.000,00/bulan.
Semua anak ibu Uniati sekarang sudah bekerja, kecuali yang mengalami gangguan fisik dan yang masih sekolah. Ada yang berjualan nasi, ada yang bekerja dipabrik timbangan dan ada juga yang menjadi SPG rokok.
Menurut ibu Uniati, tidak ada pekerjaan yang lebih baik yang bisa didapatkan anak-anaknya, karena untuk bekerja disebuah perusahan pasti membutuhkan lulusan uiversitas. Karena sekolah biayanya sangat mahal dan pendapatan ibu uniati yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja, sehingga rata-rata anaknya hanya bisa sekolah sampai tingkat SMP dan SMA saja.

B.     Pembahasan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan sarana untuk menimba berbagai ilmu pengatahuan yang sebelumnya belum diketahui sama sekali. Ada beberapa fungsi sekolah(pendidikan) itu sendiri yaitu sebagai pusat pewaris kebudayaan, sebagai penghasil tenaga kerja, penemuan pengetahuan baru, sebagai sarana mobilitas sosial, sebagai pusat pemelihara tradisi kelompok, sebagai tempat penitipan anak (dalam Ardhana, 1990) selain itu lewat pendidikan juga ada fungsi yang tersembunyi, yaitu sebagai sarana mobilitas sosial bagi setiap orang yang ingin merubah nasibnya dari yang kurang baik menjadi baik. Setiap manusia pasti menginginkan mobilitas naik dalam generasi maupun antar generasi. Namun didalam prosesnya akan terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat mobilitas sosial itu sendiri diantaranya adalah: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan. Dan faktor yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya pendidikan.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan terlihat jelas bahwa faktor ekonomilah yang sangat mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Untuk kalangan menengah kebawah, menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SMP atau SMA sudah merupakan hal yang sangat berat, karena peghasilan mereka yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. karena bisa dilihat untuk sekarang ini biaya pendidikan sangatlah mahal, mungkin untuk kalangan menengah keatas hal demikian bukan sesuatu hal yang berarti, namun untuk kalangan menengah kebawah katakanlah rakyat miskin, pendidikan yang sangat mahal inilah yang menjadi sumber utama kebodohan atau kurangnya pendidikan yang nantinya akan menghambat seseorang untuk dapat melakukan mobilitas sosial.
Untuk sekarang ini dalam dunia pekerjaan dan dunia status lebih ditekankan dari ijasah tanda lulus seseorang untuk naik jabatan dan naik status. Setiap perusahaan pasti menentukan standar sarjana untuk dapat bekerja pada perusahananya. Apabila sesorang tersebut tidak mempunyai ijasah minimal S1 maka orang tersebut akan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Seperti pada hasil observasi diatas bisa dilihat keluarga ibu Uniyati yang mempunyai 6 orang anak. Ibu Uniyati sendiri hanya bisa mencari nafkah dengan berjualan nasi dan sayur, karena menurutnya pendidikannya yang rendah hanya sampai SD saja yang menjadikan dia tidak bisa mencari pekerjaan yang lebih bagus. Karena dulunya orang tua ibu Uniati tidak bisa meneruskan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi karena keterbatasan biaya untuk sekolah. Sekolah yang rendah itu pula yang menjadikan penghasilan ibu Uniati yang hanya cukup untuk kebutuhan ibu Uniati dan keluarganya saja. Sehingga bisa dilihat pula bahwa anak-anak ibu Uniati pun mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Karena anak-anak ibu Uniyati hanya mampu bersekolah sampai tingkat SMP dan SMA saja, dan mempunyai ijasah SMP atau SMA saja. sehingga untuk dapat mencari pekerjaan di jaman sekarang ini sangatlah sulit dengan bermodalkan ijasah SMP atau SMA saja. faktor lainnya yang sangat mempengaruhu atas keadaan ini adalah keputusa pemerintah yang menetakan stratifikasi bagi sekolah-sekolah yang ada, yaitu adanya sekolah SBI dan sekolah regular yang memang pada biaya administrasinya jauh berbeda, ada prestise yang terkandung didalam sekolah-sekolah tersebut. Orang menganggap bahwa sekolah SBI adalah sekolah yag mempunyai prestise yang tinggi sehingga orang berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut, sekolah regular mempunyai prestise yang rendah, yang mempuyai fasilitas yang jauh berbeda dengan sekolah SBI, sehingga orang akan merasa malu apabila anaknya berseolah pada sekolah regular biasa. Faktor lainnya dalah biaya pendidikan yang sangat mahal. Factor inilah yang sangat berpengaruh dalam keluarga ibu Uniati. Keinginan untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus kuliah atau sampai sarjana harus pupus begitu saja, ketika ibu Uniati merasa biaya pendidikan yang sangat berat ini dirasakan pada saat anaknya masuk di SMP dan SMA saja sudah sangat mahal, apalagi untuk melanjutkan keperguruan tinggi. Keinginan ibu Uniati untuk menyekolahkan anak-anaknya keperguruan tinggi sangatlah besar, karena beliau mempunyai harapan yang sangat besar agar anak-anaknya kelak bisa menjadi orang pintar, yang berhasil dan mempunyai pekerjaan serta penghasilan yang layak, sehingga kemakmuran hidup dapat tercapai, dan tidak ada anak-anaknya yang hidupnya susah seperti dia. Namun, bagi ibu Uniati biaya pendidikan yang sangat mahal mengurungkan niatnya untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat perguruan tinggi. Sehingga sekarang beliau sadar dengan ketidakmampuannya tersebut menjadikan anak-anaknya kesulitan mendapatkan pekerjaan, sehingga kesulitan ekonomi dalam keluarga ini seperti mata rantai yang saling terhubung dan sekarang menurun pada anak-anaknya. Hal ini jelas bahwa ada keterkaitan antara faktor ekonomi yang rendah, pendidikan yang mahal dan proses mobilitas sosial. dari ekonomi yang rendah tersebut kemudian enghambat seseorang untuk bisa melanjutkan keperguruan tinggi, dan gagalnya mendapatkan ijasah perguruan tinggi itulah yang kemudian menjadikan seseorang tidak bisa melakukan mobilitas sosial didalam hidupnya, dan tetap pada keadaan yang sebelumnya.






Bab III
Kesimpulan dan Saran


1.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa ada berbagai keterkaitan yang menyebabkan seseorang berada pada stratifikasi yang rendah. Berbagai keterkaitan itu adalah: pendidikan dan penghasilan orang tua yang rendah juga keputusan pemerintah tentang penididikan yang menetapkan adanya pengkotakan-pengkotakan strata dalam sekolah menjadikan seseorang tidak dapat melakukan mobilitas sosial dalam hidupnya. Karena orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, karena biaya pendidikan yang sangat mahal, sehingga hal tersebut menghambat seorang anak nantinya bisa melakukan mobilitas sosial dalam hidupnya.

2.      Saran
Pemerintah haruslah lebih peka pada keluarga rakyat miskin. Karena dengan adanya keputusan pemerintah yang menetapkan penggolongan-penggolongan sekolah dengan biaya yang mahal, menjadikan masyarakat miskin tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat perguruan tinggi, sehingga mobilitas pada keluarga miskin ini sulit terlaksana dengan baik. Seharusnya pemerintah lebih menekankan pendidikan murah untuk masyarakat miskin, sehingga nantinya masyarakat miskin, dan masyarakat menengah keatas bisa bersama-sama menyekolahka anaknya dengan biaya yang ringan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dan mata rantai kemiskinan didalam masyarakat miskin nantinya dapat terputus dengan adanya pendidikan yang tinggi bagi generasi mudanya, sehingga dapat melakukan mobilitas sosial dan mensejahterakan keluarganya.






DAFTAR PUSTAKA
·         Nasution, S. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
























PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL
Tugas Mata Kuliah
Diajukan dalam rangka menyelesaikan Tugas MID Semester
Mata kuliah     : Sosiologi Pendidikan

Disusun oleh :
Nama   : Puji Wulansari
NIM      : 3401409042
Rombel : 2 ( Dua )


PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011





                                                                                                                                       

3 komentar:

Senandung Awan Rizal mengatakan...

saya kira cukup bagus dengan apa yang dipostingkan di blog ini..materi yang diposting juga berbobot..

Hengky Purwanto mengatakan...

MASALAH YANG SERING MUNCUL DALAM DUNIA PENDIDIKAN YAITU SELALU ADANYA STRATIFIKASI....

Ricky dan hidayat sekarang berteman mengatakan...

apakah stratifikasi dalam dunia pendidikan bisa diSETARAKAN,,,

Posting Komentar

 
;